Helloo..Met baca cerita sederhana yah..Sudahkah tersenyum hari ini ? Berbahagialah,, ....Welcome to my blog hopefully you enjoy it ;)

5 Nov 2014

Ketika "Keyakinan" Mengoyak Tali Persaudaraan


      Mempunyai keluarga dengan jumlah anak yang banyak tentunya bahagia, dan itu
menjadi harapan setiap pasangan yang berkeluarga. Paling tidak punya lebih dari satu
anak. Dengan harapan, jadi keluarga yang besar penuh dengan kebahagiaan nantinya,
dapat melihat cucu-cucunya bercanda menghibur kala hari tua. Tapi itu tidak semua
orang beruntung dengan impian yang demikian. Banyak keluarga yang mengalami
sebaliknya, kesedihan hingga kehancuran karena retaknya tali persaudaraan diantara
keluarga anak-anaknya. Hingga banyak terjadi orang tua usia lanjut lebih memilih di
panti jompo daripada tinggal bersama salah satu anaknya, menghabiskan masa tuanya.
--------------
Masih membekas dalam ingatanku, saat aku masih kecil
sebagai anak bungsu dari tujuh bersaudara.
Kehidupan yang sangat sederhana tak dapat mengusik rasa
bahagia di hari-hariku, bermain, bercanda, dengan kakak-
kakakku kalau mereka sedang berkumpul di rumah.


 
   
         Saat kecil..aku juga belum terlalu paham dengan perjuangan kedua orangtuaku
demi bisa menyekolahkan kakak-kakakku. Aku hanya merasakan nyaman dan bahagia
walau hidup dalam kesederhanaan dengan penuh kasih sayang dari kedua orang tuaku.
Ketika semua berkumpul, kami satu persatu selalu bercerita tentang impian dan angan-
angan yang tinggi . Tentunya semua punya impian ingin membuat orangtua kami
bahagia, tercukupi semuanya, bahkan berlibur keliling dunia . :)

     Sangat manis dan indah kenangan itu....  
Tapi itu hanyalah sebuah impian semata, yang mereka akhirnya lupa, bahkan bukan
kebahagiaan yang mereka berikan, tapi kesedihan dan derita pada orangtua. Aku yang
terkecil tidak bisa berbuat apa-apa, saat mereka mulai memiliki kehidupan mapan,
bisa menghasilkan banyak uang, dan mulai melawan bahkan menentang atau membentak
orangtua. Apalagi setelah satu persatu berkeluarga (menikah), pertengkaran demi
pertengkaran mulai terjadi di antara mereka, karena sebuah "keyakinan"...mendapatkan
surganya Tuhan.
      Ketika ayahku mulai menasehati dan berdiri di tengah, merekapun berani melawan,
membentak, bahkan menyakiti hati dan perasaan seorang ayah.Ya..mereka semua telah
mengikuti dan memilih jalannya masing-masing, setiap mereka berkeluarga...ketika itu
pula melupakan perjuangan orangtuanya.

    Sore itu, aku duduk bersama ayahku di atas rumput yang hijau depan rumah.
Terdengar suara kakakku bernyanyi dengan suara yang keras dari dalam rumah.
Entah mengapa ayahku tiba-tiba mengatakan, kalau ayahku tidak akan bisa
melihat atau menunggu sampai kakakku itu menikah dan berkeluarga, karena pasti
sudah meninggal.
Dan mengusap rambut kepalaku sambil ayah berpesan untuk aku, agar selalu menjaga
dan merawat ibuku ketika ayah tiada. Saat itu... jelas terlintas ada kesedihan di hatiku,
dan wajah ayahku yang tua termakan usia. Pembicaraan itu tak ku ambil hati karena
aku pikir, mana ada manusia yang bisa menebak kapan kematian menjemput.

Namun benar sekali, tak lama setelah itu ayahku meninggal dunia, karena sakit liver,
dan tak ada satupun dari anaknya yang perduli dan mau membawanya berobat.
Tapi ya sudahlah..mungkin itu takdir dari Tuhan, mungkin Tuhan mengasihi ayahku,
bersamaNya, terlepas dari kesedihan dan rasa sakit di dunia sehingga pada usia 73
tahun meninggal dunia.

Tubuh kurus terbujur kaku...tersenyum indah dengan wajah tenang damai meninggalkan
aku. Yaaa ayahku meninggalkan dunia ini..saat aku belum bisa membalas kebaikkannya.
------------------
       Beberapa tahun setelah ayah tiada, aku berusaha mendamaikan mereka, dan kita harus
memikirkan ibu yang masih ada. Tapi setiap aku berusaha mengajak mereka untuk bersatu
dan baik, mereka selalu salah mengerti, dan berburuk sangka.
Masihkan bisa di katakan saudara tertua menjadi panutan ?
Sedang mereka seperti sengaja membuat " tembok" agar tak bisa di tembus.

       Meskipun dengan "keyakinan" yang sama, tapi cara pandang yang berbeda, akhirnya
rasa persaudaraan diantara kami menjadi hilang. Semua mencari dan mengklaim
surganya Tuhan dengan cara masing-masing.
Pertengkaran demi pertengkaran tidak dapat mereka hindari, yang akhirnya tinggallah
permusuhan, hancur tali persaudaraan. Aku sendiri tak mengerti mengapa mereka bisa
menjadi seperti itu, mengapa saling bermusuhan, iri, dengki. Meski bertegur sapa tapi
mereka seperti musuh dalam selimut.

      Akhirnya aku hanya bisa menyerahkan sepenuhnya kepada mereka, menempuh
jalannya sendiri. Dan akupun berpegang pada keyakinanku sendiri.
Saat sebelum meninggal ayah berpesan padaku untuk menjaga ibu, aku tak menjawab
dan tak mengerti maksud sepenuhnya, karena aku bukan "siapa-siapa", bukan anak
yang bisa di banggakan.
Mungkin inilah karunia terbesar Tuhan yang di berikan pada para orangtua yang
mencintai anak-anakknya dengan setulus-tulusnya.

Kini aku mengerti dan paham benar, mengapa ayah memberi
sebuah "pesan" itu padaku.:)

------------------------------------------------
**Janganlah "keyakinan" klaim surgamu, membuat orangtuamu merasa teraniaya.
  Tak ada jalan menuju damai, saat perjuangan orangtua dianggap "masa lalu".

**Ayah... sosok yang aku kagumi, begitu semangat menjalani hidup ini, meski
  derita dan rasa sakit harus di lalui, semoga Tuhan memberinya tempat yang
  indah dan rasa nikmat selalu di surga.



**Asiknet